What Makes You Happy?

4:29 pm

Me: " Hello kids, I want to ask you something. Will you answer it?"
Kids: "Yes, Miss"
Me: "What makes you happy today? Who wants to answer first?"
Kid 1: "Me! Me! Me! What makes me happy today.... because we had so much play than learn"
Me: "Play? Wow, it had to be fun. What about you?"
Kid 2: "Because today, we had PE"
Me: "Waa, what did you do in PE class?"
Kid 2: "I played ball, Miss"



Setelah percakapan tersebut, aku pun berpikir bahwa ternyata mudah sekali jadi anak-anak ini. Kebahagiaannya sangat simpel. Meanwhile, kita--kebanyakan orang dewasa--berjuang keras seeking for happiness. Tapi.. tapi.. minggu ini aku sangat ditegur tentang kebahagiaan dan aku ingin berbagi.

Happiness itu ada konstruk psikologinya, sering disebut Subjective Well Being (SWB). Kalo berdasarkan teori, SWB terbentuk dari kepuasaan pada kehidupan kita, tingginya emosi/mood positif, dan rendahnya emosi/mood negatif. Jadi, bahagia bukan berarti kita selalu bahagia sampai tidak pernah merasa emosi negatif. Tapi karena kita merasakan tidak bahagia, maka bahagia itu jadi terasa. Aku percaya sih hidup itu keseimbangan--yin and yang. Harus merasakan susah dulu, sebelum seneng-seneng.

Nah, sekarang coba deh jawab pertanyaan "what makes me happy?", bikin listnya boleh. Coba tanyakan pertanyaan yang sama ke orang sekitarmu. Lalu bandingkan jawaban tersebut. Beda ya? Pasti lah, kan happiness itu subjektif, judulnya aja subjective well being. Mungkin emosi kebahagiaan itu sama, tapi apa yang bikin bahagia itu beda, pemaknaan pada kebahagiaan itu pun beda. Misalnya gini, salah satu yang bikin aku bahagia adalah es krim. Jadi, kasih aja, maka kamu akan lihat mata Amanda berbinar-binar--kode. Orang sekitar pernah sampai komen, "Man, kok lo happy banget lihat es krim? Itu kan bisa dibeli tiap hari". Jawabanku apa? Aku tidak tahu hehe. Mungkin karena pemaknaanku pada bahwa es krim itu kebahagiaan memang sudah segitu besarnya. Bahagia ku emang sereceh itu sih hehe huhu. Jadi, ayok beliin aku es krim!

Tapi akhir-akhir ini ngerasa gak sih, kalo kebahagiaan lebih dari itu. Kebahagiaan yang kita mau tuh bukan sekedar sesaat senang, lalu senangnya hilang. Mau yang lebih meaningful yaa--sindrom orang dewasa haha. Kalo pake konstruk psikologi, berarti well being yaa. Well being itu bukan hanya SWB, ada banyak anaknya tapi.. kalo dijelasin nanti seperti 6 sks kuliah HAHA. Tapi kalo berdasarkan teori ini, emang kita harus bisa mengakui diri dulu nih--lebihnya maupun kurangnya. Punya tujuan hidup juga penting, mau long term maupun short term, coba dikontemplasi tujuan hidupnya untuk apa. Belajar pun, aku setuju banget sih soal ini. Idk masa-masa sekarang jadi berasa banget kalo belajar untuk cari ilmu, bukan karena institusi-institusi sebelumnya yang bikin ada faktor lain selain cari ilmu. Oiya, merasa bahwa kita bisa melakukan sesuatu sendiri dan mengontrol lingkungan kita memang tanda-tanda kita punya kebahagiaan tipe ini, dan punya relasi yang baik dengan sekitar karena kita pada dasarnya merupakan makhluk sosial.

Selain hal-hal tersebut, ada hal penting yang menurutku bisa bikin hidup kita jadi bermakna, yaitu bersyukur. Semua hal akan mudah menguap maknanya tanpa rasa syukur dan mengendap dengan baik di hati dengan rasa syukur. Di semua agama, rasa syukur itu diajarkan kan? Karena rasa syukur itu pula yang bikin level bahagia yang tertinggi dari yang pernah kamu miliki. Aku sih gitu.

Btw, kalo pengen tahu soal kebahagiaan, I recommend you to read Geography of Bliss karangan Eric Weiner.


Oiya, terakhir. Balik banget ke bahagia yang subjektif. Aku boleh bahagia, kamu boleh bahagia. Tapi alangkah baiknya kalo tidak menuntut kebahagiaan seseorang akan sama dengan orang lainnya. Kebahagiaan itu murni dari hati. Gak bisa dibikin, tapi bisa ditrigger. Ibaratnya gini, untukmu kebahagiaanmu, untuk kebahagiaanku. Ajak buat bahagia boleh, menuntut untuk bahagia jangan hehe. Ini sedikit tips yaaaa


Jangan lupa bahagia!!

You Might Also Like

0 comments