Lakukan Apa yang Bisa Dilakukan

9:47 pm

Beberapa hari yang lalu, baca a series of story di atas hasil rekomendasi teman di storynya—storyception. Story di atas berisi tentang kata-kata atau permintaan terakhir dari seseorang yang akhirnya pergi. Mostly, pergi meninggalkan dunia ini. Hati selemah ini mah sampai hancur berkeping-keping rasanya ketika baca. Kebetulan pernah merasakan hal yang sejenis. Gak persis permintaan langsung sih, tetapi hal-hal itu yang bikin inget almarhumah.

Almarhumah adalah adik kelas saya ketika SMA. Grieving untuknya cukup lama, hampir sebulan karena kita memang cukup dekat, emotionally. Kebetulan satu bidang di organisasi dan memiliki banyak kesamaan, salah satunya adalah cita-cita. Pas dengar kabar meninggalnya, ku langsung meraung-raung minta pulang padahal saat itu sudah penghujung sore di tempat makan yang cukup ramai. Aku sudah kuliah, dia masih SMA. Aku di Jatinangor, dia di Depok. Yang aku mau pulang saat itu juga. Sumpah, saat itu gak mikirin orang lain selain dia.

Banyak rasa penyesalan kayak belum banyak berbagi dengannya, belum banyak bantuin dia menggapai cita-citanya, dan belum melakukan apa yang aku janjiin ke dia. Salah satu janji yang belum kulakukan hingga dia meninggal adalah kasih hijab. Dia memang baru banget berhijab saat itu dan aku janji akan kasih dia kerudung ketika aku pulang berikutnya. Ternyata aku pulang untuk mengantar dia pergi ke tempat peristirahatan terakhirnya. Sejak saat itu pun, aku berazzam pada diri sendiri akan melakukan apapun yang bisa kulakukan untuk orang karena ku gatau apa yang akan terjadi padanya atau padaku.

Penyesalan itu terhapus sedikit demi sedikit seolah Allah meminjamkan obat merahnya padaku untuk menutup luka. Fakta bahwa dia masih memakai tas yang kuberi hingga napas terakhir, bahkan membawa ringkasan pelajaran kelas XII yang memang kuberi cukup menenangkanmu. Saat datang melayat ke rumahnya pun banyak orang yang menghampiriku untuk memastikan aku tahu bahwa ia sudah baik-baik saja. Selalu kubalas dengan anggukan dan senyum sambil menghapus air mata yang gak berhenti mengalir. Iya, itu aku nangis bener-bener seharian. Ternyata ia banyak bercerita tentangku pada teman-temannya. Teman-temannya sampai merecite kata-katanya

“Aku senang kak Manda udah tenang di Psikologi, udah gak mikirin masuk FK lagi. Sekarang giliran aku yang berjuang masuk FK”
“Kak Manda baik banget deh membagi semua catatannya ke aku. Karena itu, aku bagi ke kalian juga ya” kemudian dia fotokopi-in catatanku ke teman-temannya.

Sebagai penebus penyesalanku pun aku mencoba mewujudkan salah satu permintaannya. Aku masih inget kata-katanya, “Kak Manda kenapa sih gak dipanggil kak Nursha aja? Bagusan kak Nursha tau daripada kak Manda. Mulai saat ini, aku mau manggilnya kak Nursha ah”. Nah ini alasan kenapa kalo aku bikin username selalu pakai nama Nursha, termasuk blog ini.

Dan lagi,
Setelah 4 tahun,
Sore setelah aku membaca stories yang heart-breaking itu
Penyesalan atas pembicaraan yang belum terwujud--penyesalan semacam itu--terjadi lagi. Ku baru bertemu sehari sebelum almarhumah akhirnya beristirahat tenang. Saat aku datang, ia hanya berkata "Manda, doain Uni ya". Teringat juga permintaan-permintaannya untuk pulang kampung bareng dan minta dicarikan mukena yang kembaran sama anaknya.

Tapi seperti yang kita tahu, kelahiran, jodoh, dan kematian--semua sudah tertulis. Manusia punya rencana--ingin ini itu--tapi Allah yang berkehendak. Dari sini, aku ingin memastikan diriku untuk segera melakukan apa yang bisa dilakukan karena bahkan kita tidak tahu sedetik ke depan.


Kalau aku ada hutang atau janji-janji belum terpenuhi. mohon disampaikan yaa. InsyaAllah akan ditunaikan.

You Might Also Like

0 comments