Seulas Senyuman, Apakah Cukup?

9:30 pm

Secangkir coklat hangat hadir di depan diri. Tetapi tangan ini enggan bergerak. Mata pun masih menatap lekat ke arah jendela. Jendela yang kabur oleh embun karena perbedaan suhu yang signifikan. Seseorang yang tadinya berdiri pun menarik kursi dan duduk. Mengetukkan jari beberapa sat, kemudian beranjak kembali. Sedikit terdengar ramai di sudut sana. Lalu ia datang dengan sepiring kue, cheesecake.

"Sebenarnya aku tak mau memberi ini karena ini gagal. Lihatlah, agak bantet kan? Tapi ini favoritmu. Semoga bisa menenangkan hatimu. Jika tak berhasil membuat senang"

Yang diajak bicara masih terdiam.

"Ayolah kau pucat sekali. Kurang gula sepertinya. Apa kau mau es krim? Aku tak akan memberimu itu. Penghangat saja tidak mempan untuk menghilangkan dingin ini. Lima derajat loh. Terdingin sepanjang tahun"

Masih diam. Memalingkan dari jendela pun enggan.

"Hmm kau bekerjasama dengan langit ya? Kelabu..."
"....."
"Hai! Aku bicara dengan manusia kan? Kau mau apa? Aku sudah memberikan semua yang kau mau. Tapi sepertinya salah....... Iya, karena aku tidak memberikan yang kau butuhkan. Maaf aku belum bisa tahu itu"

Tertegun. Atau tersadar?
Tangan ini meraih cangkir coklat. Mencari kehangatan untuk hati yang dingin--atau manusia yang dingin? Aku pun menyeruputnya.
Memang bukan coklat hangat, cheesecake, ataupun es krim yang mengetukku. Kamu yang mengetukku. Bahwa tak pernah lelah berbuat baik ternyata yang dibutuhkan dunia--atau yang dibutuhkan hati yang dingin agar menjadi hangat.


Bukti hangatnya; seulas senyuman.
Apakah cukup?

You Might Also Like

0 comments