FAQ as Conference Attendee
8:03 pmKira-kira setahun dan dua tahun yang lalu--di liburan tengah tahun ini, dipenuhi dengan persiapan hingga akhirnya ikut konferensi psikologi. Alhamdulillah dua-duanya berhasil jadi oral presenter. Jadi ini mau sharing pengalaman, tapi dalam bentuk FAQ karena gak sekali, dua kali ditanya kayak gini. Apalagi oleh anak Fapsi yang masih mengganggap ikut konferensi adalah hal yang tabu.
Q : Kok bisa ikut konferensi?
A : Bisa karena bikin penelitian, bikin abstrak, lalu disubmit
Q : Kenapa bisa tertarik ikut konferensi?
A : Awalnya cuman karena pengen tahu pengalamannya. Pas sekali coba, ternyata seru dan bikin nagih karena self-actualization, ngelatih skill public speaking, dan belajar banyak dari semua kalangan, mulai sesama mahasiswa sampai profesor. Keseruan ini bikin akhirnya sering cari konferensi yang terjangkau
Q : Di konferensi, kita bisa ngapain aja?
A : Kita bisa dateng sebagai peserta. Peserta itu bisa masuk ke kelas yang tersedia. Pas registrasi, dikasih booklet tentang macam-macam kelas yang ada. Bentuk kelasnya paralel, jadi gak semua kelas bisa dimasuki. Tapi kita bisa masuk ke kelas yang topiknya kita minati. Selain itu, ada invited speaker, sympossium, dll. Tbh, belum tahu juga bedanya apa. Tapi kelasnya invited speaker tuh dinanti orang-orang. Selain jadi peserta, kita bisa jadi oral presenter atau poster presenter. Oral presenter itu mereka-mereka yang mempresentasikan hasil penelitiannya di kelas paralel. Nah disini, pengisi kelas bisa dirandom. Bisa sekelas sama sesama mahasiswa, dosen, expert di bidangnya bahkan profesor. Ya aku pernah sekelas dengan profesor! Nah kalo poster presenter itu mempresentasikan hasil penelitian ketika poster session.
Q : Gimana rasanya ikut konferensi?
A : Seru! Happy tapi jiper at the same time. Happy karena bisa belajar banyak, bisa ketemu orang-orang yang pengen belajar juga, dan penelitian kita bisa disaksikan orang-orang. Seneng banget pas ICP, banyak orang yang tiba-tiba masuk kelas cuma karena kepo sama penelitiannya. Jipernya karena sekelas sama orang-orang yang sudah expert kayak profesor gitu. Terus mikir "emang udah layak penelitian kayak gini disaksikan profesor" :( Oiya, happynya lagi. Kalo kita ikut konferensi yang di luar kota/negeri, bisa sekalian jalan-jalan. Jadi jalan-jalan berfaedah gitu.
A : 2015 ikut AAICP Conference. Ini lingkupnya Asia, topiknya indigeneous psychology. Biasanya diadakan 2 tahun sekali. 2016 ikut ICP. Ini lingkupnya internasional. Konferensi psikologi tertua di dunia. Topiknya semua topik psikologi.
Q : Terus, gimana cara bikin penelitian?
A : Secara teoritis, harus tentuin topik penelitian, variabelnya apa, metodenya apa, alat ukurnya bikin sendiri atau pake punya orang, ambil data, sampai akhirnya tentuin hasil pengolahan dan pembahasannya apa. Tetapi secara teknis, harus cari dosen pembimbing, karena kita undergraduate yang kemampuannya belum diakui--masih mungkin banyak salah. Jadi harus disupervisi oleh seorang yang berhak, which is minimal sarjana. Selain itu, cari partner yg cocok dan seritme jadi penting! Biasanya kita udah pusing sama tugas kuliah, partner itu jadi reminder dan saling back-up kalo yang lainnya, lagi gak bisa.
Q : Gimana cara mendapatkan topik?
A : Bisa dari hasil observasi sehari-hari atau kalo kita joinan sama dosen, topiknya bisa dikasih sama dosen. Pengalamanku buat AAICP 2015, topiknya itu ditentuin dosen, kita ikutin dosen. Kebetulan juga saat itu masih semester 4, masih belum ngerti gimana cara bikin penelitian. Saat itu, benar-benar dipakai buat belajar. Pas berikutnya, udah tau kan caranya, jadi tentuin topik sendiri dari hasil observasi sehari-hari. Ke depannya lancar karena udah tahu apa-apa yang mesti dilakukan.
Q : Topik apa yang pernah dibawa ke konferensi?
A : 2015 bawa topik tentang kemampuan berpikir anak SMA dan kuliah yang ikut organisasi. Alat ukurnya bikin sendiri dan kualitatif. Jadi agak PR untuk olah dan kodingnya. 2016 bawa topik tentang perencanaan pernikahan mahasiswa karena kan sering tuh pas kuliah denger omongan "hah capek kuliah, mau nikah aja". Lah kalo besoknya ada yang mau nikahin, udah siap gitu? Seru sih ini tiap ambil data, respondennya ketawa-ketawa sendiri. Oiya kalo yang ini, metodenya kuantitatif pake alat ukur yang udah ada. Cari yang gampangan karena semester 5 banyak tugas :(
A : Nggak kok, mau jadi psikolog. Doain yaa. Tapi emang banyak yang mikir ku mau jadi researcher karena sering lihat ku bikin penelitian. Entah buat tugas, penelitian, atau organisasi. Sampai kena label "bocah peneliti" atau bahkan diledekin "nanti kalo nikah, yang dateng jangan diteliti ya". In spite of that, all I know that researching is fun.
Q : Konferensi itu fully-funded atau bagaimana?
A : Biasanya biaya ditanggung sendiri. Tapi kita bisa ngajuin permohonan dana ke dekanat, rektorat, atau cari sponsor. Ini jadi pengalaman seru juga karena harus belajar untuk advokasi, birokrasi, dsb.
Q : Kalo udah pengalaman bikin penelitian, bikin skripsi gampang dong?
A : Gak juga :( Karena ada aja cobaannya. Selain itu, tujuan penelitian dan skripsi (di Fapsi Unpad) beda. Penelitian bisa aja tujuannya karena pengen tahu, sedangkan skripsi gak bisa pake tujuan itu, harus berdasarkan masalah yang ada.
That's all yang kepikiran saat ini dan biasanya ditanya. Sebenarnya tahun ini bisa ikut konferensi juga. Abstrak pun sudah diterima. Namun sepertinya belum rezeki untuk ikut lagi hehe. Mungkin nanti pas S-2 bisa menyalurkan minat being such as researcher. Kalo ada pertanyaan seputar konferensi, let me know. Semangat aktualisasi diri!
0 comments