Ramadhan tahun ini telah berakhir. Hari ini sudah memasuki 2 Syawal karena ini hari Ied dan sudah lewat Maghrib. Pengen meracau sedikit tentang Ramadhan.
Aku mulai belajar memaknai Ramadhan sebaik-baiknya itu kira-kira dua tahun terakhir. Ini definisi memaknai karena benar-benar merasa penting dan merupakan kewajibanku sebagai manusia--sebagai Hamba Allah. Mungkin dari dulu sudah berusaha ibadah sebaik mungkin, namun itu terasa hanya sebagai rutinitas yang harus dijalani setiap tahunnya. In the end, ya udah gitu Idulfitri seperti biasa. Padahal kan semestinya Ramadhan dilakukan sebaik-baiknya. Seperti pernah didengar dari salah satu Kajian di Ramadhan kemarin bahwa Ramadhan itu secara harfiah berarti pembakaran. Di mana kita ditaruh di titik terendah agar tahu mana yang hak dan mana yang bathil--karena biasanya manusia baru paham setelah berada di titik terendah--baru di Syawal, kita mendapatkan peningkatan. Ada orang yang bilang kan kalo Ramadhan itu saatnya akselerasi. Iyap, setelah tahu mana hak dan bathil, kan semestinya kita tahu apa yang seharusnya dilakukan. Iya semestinya. Tapi manusia memang sering khilaf. Termasuk aku.
Setelah belajar banyak pun, baru paham arti salah satu ucapan lebaran yang sering diucapkan: "Semoga kita dipertemukan lagi dengan Ramadhan berikutnya". Dulu mungkin rasanya enteng banget untuk ngomong ini, rasanya sama kayak ucapan lainnya. Namun sekarang, sejujurnya aku merinding sendiri setiap baca ucapan ini. Inilah doa yang paling diharapkan oleh umat manusia. Gak bayangkan gimana rasanya kalo gak diberi kesempatan untuk akselerasi diri lagi, yaitu kesempatan emas yang banyak didambakan oleh mereka yang sudah lebih dulu dipanggil.
Sekarang pun rasanya jadi sangat sedih ketika Ramadhan itu pergi. Sedih karena menyia-nyiakan, sedih karena gak maksimal, sedih karena gak memanfaatkan kesempatan untuk mendulang pahala yang tak terhingga. Padahal lingkungan sudah cukup suportif dalam menyediakan rangkaian ibadah bersama atau kajian bersama, media yang sudah semakin banyak menyiarkan kebaikan lewat rangkaian acaranya, atau teman-teman yang selalu berseru mengajak berlomba dalam kebaikan. Kalau disadari, hal-hal tersebut merupakan cara Allah untuk mengingatkan hambanya. Tapi lagi-lagi manusia memang punya sejuta alasan untuk membela perilakunya yang tidak memanfaatkan sebaik-baiknya. Semoga kita dijauhkan dari perilaku tersebut.
Pantas saja bulan Ramadhan dirindukan banyak orang. Kebaikan dan keberkahan di dalamnya mengucur deras. Pahala yang dilipatgandakan. Setan yang dibelenggu. Hmm plot twistnya di sini gak sih? Bila kita sebagai manusia masih melakukan hal yang tidak diperintahkanNya, berarti perilaku itu asalnya bukan dari setan kan? Yap, dari kita sendiri. Jadi keluarlah itu aslinya kita seperti apa. Tapi sebaik-baiknya manusia, ia menyadari kesalahan yang telah diperbuatnya dan berjanji tidak melakukannya lagi. Di sini--lagi--kita temukan baiknya Allah. Sekejam apapun hal yang dilakukan manusia, Ia pasti akan membuka pintu taubat sebesar-besarnya dan menerima taubat sebanyak-banyaknya, selama manusia tersebut berusaha berada dalam jalan yang lurus. Sebagai anak Adam, kesalahan memang tak bisa dihindari. Itulah mengapa Allah menjadi Maha Pengampun.
Sekian racauan tengah malam ini.
Semoga terselip hikmah yang bisa diambil dan selamat melanjutkan vibes Lebaran berapa hari ke depan. Wassalam